Pandangan itu disampaikan pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi saat bebrincang dengan
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa malam (29/3).
"
Nggak fair jika penyelesaian masalah papua dibebankan pada TNI-Polri saja," demikian catatan Khairul Fahmi.
Menurut Fahmi, penugasan satuan marinir di Satgas Mupe Papua sudah melakukan banyak hal positif yang mendukung perubahan pendekatan pemerintah dalam pembinaan teritorial.
Meski demikian, ia mengaku heran marinir yang harusnya lebih lekat dengan kultur muara dan pesisir, malah ditugaskan di pegunungan. Bukan hanya itu, Fahmi mengendus ada kelemahan interoperabilitas TNI.
Indikasinya, para personel marinir yang bertugas di Satgas gabungan, tidak bergerak sendiri. Ia mempertanyakan bagaimana dukungan informasi intelijen yang diterapkan.
"Bagaimana dukungan informasi intelijen sampai terjadi insiden penembakan terhadap lokasi mereka?" tanya Fahmi.
Atas insiden itu, Fahmi meminta Panglima TNI Andika Perkasa melakukan tindakan investigasi menyikapi penyerangan KKB Papua itu.
Terkait dengan solusi gejolak di Papua, Fahmi mengusulkan pemerintah untuk meninggalkan pendekatan keras dan menempuh pendekatan lunak. Kata Fahmi, seharusnya ada distribusi peran yang lebih relevan.
Dalam pandangan Fahmi, institusi TNI-Polri tetap fokus pada tugasnya menegakkan kedaulatan, melindungi masyarakat, menjaga keamanan implementasi perubahan pendekatan pemerintah serta menjaga keselamatan pelaksana di lapangan dan menegakkan hukum.
"Bukan memaksa TNI-Polri mengambil peran yang tidak relevan karena bagaimanapun mandat konstitusional mereka adalah untuk "memukul" bukan "merangkul"," pungkas Fahmi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: