Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hikmahanto Juwana: Kemhan Harus Tolak Eksekusi Putusan Arbitrase di Singapura

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Rabu, 19 Januari 2022, 21:49 WIB
Hikmahanto Juwana: Kemhan Harus Tolak Eksekusi Putusan Arbitrase di Singapura
Rektor Universitas Jenderal A. Yani Hikmahanto Juwana/Net
rmol news logo Navayo memenangkan sengketa arbitrase melawan Kementerian Pertahanan (Kemhan) terkait pengadaan Satelit Komunikasi tahun lalu. Putusan ini menimbulkan konsekuensi bahwa Kemhan diharuskan membayar hingga 20 juta dolar Amerika Serikat.

Meski kalah, Rektor Universitas Jenderal A. Yani Hikmahanto Juwana menilai bahwa Kemhan harus melawan putusan tersebut dengan cara melakukan penolakan atas putusan yang hendak dieksekusi di Indonesia. 

Menurutnya, ada tiga alasan mendasar mengapa putusan ini harus ditolak oleh pengadilan untuk dieksekusi. 

Pertama, Navayo bukan perusahaan penyedia Satelit Komunikasi, melainkan penyedia perangkat darat yang menghubungkan pada satelit. 

"Banyak pihak di Indonesia memiliki persepsi yang salah terkait ini dengan mengira Navayo merupakan perusahaan penyedia satelit," kata Hikmahanto dalam keterangannya kepada redaksi pada Rabu malam (19/1).

"Padahal Satelit Komunikasi yang dipesan oleh Kemhan berasal dari perusahaan Airbus," sambung Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia ini.

Hingga saat ini, satelit tersebut pun masih belum ada. Sehingga, menurut Hikmahanto, janggal bila perangkat darat telah berada di Indonesia jauh mendahului peluncuran Satelit Komunikasi. 

"Tidak heran bila Menko Polhukam berkeras agar adanya dugaan penyimpangan berdasarkan hasil audit BPKP ditindak-lanjuti oleh Kejaksaan Agung," jelasnya.

Ia menambahkan, penyimpangan ini sama sekali tidak terkait dengan kebijakan Kemhan melakukan pengadaan Satelit Komunikasi, apalagi kepentingan Indonesia untuk mempertahankan Slot Orbit 123. 

Kebijakan tersebut hingga saat ini masih dipertahankan. 

Kedua, sambungnya, atas dasar kejanggalan di atas yang saat ini tengah disidik oleh Kejaksaan Agung, mengindikasikan putusan arbitrase di Singapura telah melanggar ketertiban umum atau public policy di Indonesia. 

"Berdasarkan Pasal 66 huruf (c) Undang-undang Arbitrase maka putusan demikian tidak memenuhi persyaratan untuk diakui dan dilaksanakan di Indonesia," lanjut Hikmahanto.

Bahkan, sebagai alasan terakhir, aset Kemhan berdasarkan Pasal 50 Undang-undang Perbendaharaan Negara yang merupakan aset Negara dengan tegas dilarang untuk dilakukan penyitaan. 

"Sehingga permohonan Navayo untuk melakukan eksekusi ke pengadilan atas putusan arbitrase di Singapura besar kemungkinan ditolak oleh Pengadilan," tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA