Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Komjen Paulus Waterpauw: Tuntutan Papua Merdeka Menguat Pasca Reformasi 98

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Rabu, 02 Juni 2021, 21:26 WIB
Komjen Paulus Waterpauw: Tuntutan Papua Merdeka Menguat Pasca Reformasi 98
Kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM)/Net
rmol news logo Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri Komjen Paulus Waterpauw menyebut reformasi 1998 selain memiliki banyak dampak positif juga memberi sejumlah catatan yang menimbulkan sejumlah peristiwa di Papua.

Pasca reformasi 1998, ruang demokrasi semakin terbuka lebar di seluruh negeri yang berdampak kepada gerakan perlawanan di tanah Papua yang telah berlangsung sebelumnya.

"Memang dampak reformasi banyak nilai plus tapi juga ada catatan bersama. Artinya tuntutan keadilan di tanah Papua semakin menguat," katanya Paulus saat mengisi seminar Dialog Kebangsaan Lintas Generasi Papua yang digelar oleh Universitas Kristen Indonesia (UKI) Rabu (2/6).

Jenderal bintang tiga asal Papua ini menjelaskan, rentetan peristiwa pasca reformasi 1998. Saat tahun pertama jatuhnya orde baru dan dibuka ruang mengeluarkan pendapat, masyarakat Papua tentu memanfaatkannya setelah lama dipendam.

"Orang Papua dibebaskan untuk mengekspresikan aspirasi dan kebebasan mereka yang telah lama terpendam termasuk melakukan protes dan bahkan meminta kemerdekaan. Atas peristiwa itu terjadilah perkara kasus Biak berdarah," jelasnya.

Paulus kemudian mengulas, dalam peristiwa 2 Juli 1998 tersebut tercatat ada kurang lebih 1000 orang lebih dipimpin oleh Filep Jacob Samuel Karma mengibarkan bendera bintang kejora yang dikenal sebagai peristiwa Biak Berdarah.

"Akibat peristiwa tersebut mengakibatkan hampir ratusan orang mengalami luka berat, 3 orang hilang, serta kurang lebih 6-8 orang meninggal dunia," jelasnya.

Peristiwa lain yang terjadi setelah reformasi adalah pada Senin 26 Februari 1999 sebanyak 100 tokoh mewakili Papua datang menghadap Presiden RI. Mereka menghadap untuk meminta berpisah dengan NKRI.

"Waktu itu presiden mengatakan bahwa saya bukan satu satunya orang yang mengambil keputusan di Republik Indonesia ini dan silahkan pulang dan pikirkan kembali. Beliau mengatakan itu hal penting tapi bukan perkara mudah pulanglah dan renungkan kembali aspirasi itu," jelasnya.rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA