Pengamat militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis menjelaskan, masih ada berbagai pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan pelanggaran udara Indonesia oleh asing.
Salah satu pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah negosiasi, yang tentu disertai oleh peningkatan kekuatan, khususnya dari alat utama sistem pertahanan (alultsista).
"Perlu dilakukan negosiasi dengan negara terkait yang sering melakukan pelanggaran tersebut. Tapi negosiasi tanpa
deterrence effect itu sama saja sia-sia," ujar Beni kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (25/2).
Deterrence effect atau efek gentar, kata Beni, dapat dilakukan dengan peningkatan kekuatan TNI Angkatan Udara. Di tengah keadaan keuangan negara saat ini, ia pun mengapresiasi rencana akuisisi pesawat multirole combat aircraft F-15 EX dan Dassault Rafale oleh Kementerian Pertahanan.
"Dengan keterbatasan, rencana ini perlu diapresiasi," ucap Beni.
Baru-baru ini, Kementerian Pertahanan mengumumkan akan memborong 36 unit Dassault Rafale dn 8 unit F-15 EX dari Amerika Serikat. Pengiriman pesawat-pesawat tersebut diperkirakan akan dilakukan selama tiga tahun ke depan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.