Menurut pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mencermati apa yang terjadi menilai ada sejumlah kemungkinan yang terjadi di tubuh TNI hingga pemuda keturunan Perancis itu diluluskan menjadi calon taruna Akademi Militer.
Pertama, TNI mungkin belum mampu melakukan penelitian maupun pengecekan media sosial pemuda yang mendaftar menjadi calon taruna Akademi TNI.
"TNI belum mampu melakukan penelitian khusus (litsus) atau
screening media sosial," ucap Khairul Fahmi kepada
Kantor Berita RMOL, Rabu (7/8).
Kemungkinan yang kedua, lanjut Fahmi, TNI sudah mengidentifikasi namun tidak melihat hal itu sebagai potensi ancaman terhadap institusi TNI dan negara.
"Ketiga, TNI sudah mengidentifikasi namun meluluskannya dengan pertimbangan tertentu. Sebagai bentuk kontrapropaganda misalnya," jelasnya.
Khairul menilai, TNI lebih baik tidak menggugurkan Enzo lantaran sudah berada di lembaga pendidikan.
"Kalau menurut saya, dalam situasi dia sudah berada di lembaga pendidikan, mending diteruskan saja dengan pemantauan intensif. Karena belum tentu juga anak ini benar-benar berpotensi menjadi ancaman," paparnya.
Bahkan kata Fahmi, jika TNI menggugurkan calon taruna Akademi TNI yang memiliki kemampuan berbagai bahasa itu apa yang dikhawatirkan sebagai ancaman bisa lebih besar.
"Memecatnya hanya akan mengalienasi, menambah kebencian dan dendam. Ini akan lebih berbahaya. Lagipula, kok jadi meragukan kemampuan indoktrinasi militer? Ada komunitas pajang buku komunis, razia. Ada taruna bawa bendera HTI, pecat. Sebenarnya kita ini waspada, parno atau apa sih?" pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: