Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Melongok Kemampuan Canberra Dan Charles de Gaulle

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/a-karyanto-karsono-1'>A KARYANTO KARSONO</a>
LAPORAN: A KARYANTO KARSONO
  • Selasa, 21 Mei 2019, 00:29 WIB
Melongok Kemampuan <i>Canberra</i> Dan <i>Charles de Gaulle</i>
Charles de Gaulle (depan)/Net
rmol news logo Setidaknya ada dua kapal perang berukuran besar yang berada di sekitar Indonesia. Salah satunya bahkan sandar di Jakarta, HMAS Canberra milik AL Australia.

Satunya lagi adalah kapal induk Perancis, yaitu Charles de Gaulle, yang tengah manuver latihan di Samudera Hindia, dekat sisi barat Sumatera.

HMAS Canberra (L02) adalah kapal perang jenis pendarat amfibi berkemampuan angkut helikopter atau LHD (landing-helicopter-dock). Dalam terminologi militer Amerika, kapal jenis ini disebut pula sebagai kapal serbu amfibi (amphibious assault ship). Fungsinya selain untuk mendaratkan pasukan juga sebagai kapal pengangkut helikopter, baik heli angkut, heli serbu maupun heli serang.

HMAS Canberra adalah kapal perang terbesar milik Australia. Kapal ini dibuat mulai tahun 2008 oleh galangan Navantia, Spanyol. Bentuk HMAS Canberra amat mirip kapal induk Juan Carlos milik AL Spanyol. Basis desain lambung dan tata letak HMAS Canberra memang mengambil dari kapal Spanyol tersebut.

Dalam jajaran AL Australia, meskipun secara resmi HMAS Canberra dioperasikan untuk mengangkut helikopter, namun semua pengamat mengamini kalau HMAS Canberra dapat dialihfungsikan sebagai kapal induk. Hal ini terlihat gamblang dengan dipersiapkannya bagian depan dek penerbangan (flight deck) yang masih terdapat ski jump (bagian dek ujung depan yang melandai ke atas sekitar 13 derajat).

Pada Juan Carlos, bagian ini difungsikan untuk membantu jet-jet tempur AV-8B Harrier AL Spanyol lepas landas dengan cepat. Karena jet tempur Harrier sudah tidak diproduksi lagi, maka calon “terdekat” jet tempur untuk dioperasikan AL Australia adalah F-35B Lightning II yang berkemampuan lepas landas di landasan amat pendek dan mendarat secara vertikal atau STOVL (short take off and vertical landing).

AU Australia sudah mulai mengoperasikan jet tempur siluman F-35A Lightning II yang hanya mampu lepas landas dan mendarat di landasan konvensional. Hal ini membuat militer Australia takkan kesulitan jika suatu saat perlu mengakuisisi dan mengoperasikan varian F-35B dalam waktu singkat.

Banyak kesamaan sistem dan komponen antara F-35A dan F-35B. Tak heran ada yang mengomentari HMAS Canberra sebagai “kapal induk yang masih malu-malu mengakui jati dirinya”.

Kapasitas angkut HMAS Canberra tidak main-main. Kapal ini mampu memboyong 18 unit helikopter sekelas Blackhawk, NH-90 Caiman ataupun Super Cougar, 110 unit kendaraan taktis, 12 unit tank berat kelas Abrams ataupun Leopard 2, serta sekitar 1.000 orang prajurit.

Persenjataan sekedar untuk bela diri menggunakan kanon 25 mm dan senapan mesin. Sehingga dalam pelayarannya, HMAS Canberra selalu dikawal kapal perang minimal sekelas fregat. Kapal perang berbobot tempur 27.500 ton memiliki kecepatan maksimum sekitar 20 knot dengan jangkauan layar hingga 17.000 km pada rentang kecepatan jelajah 15 knot. Penggeraknya adalah kombinasi mesin diesel dan gas turbin.

Beda lagi dengan Charles de Gaulle (R91) milik AL Perancis. Kapal ini nyata-nyata memang kapal induk (aircraft carrier). Bobot tempur kapal yang mulai beroperasi tahun 2001 ini adalah sekitar 42.000 ton, dengan kecepatan maksimum 27 knot dan daya jelajah nyaris tak terbatas. Ini karena penggerak Charles de Gaulle adalah reaktor nuklir yang baru diisi ulang bahan bakar setelah sekitar 8-10 tahun.

Charles de Gaulle mampu membawa 40 unit pesawat terbang, terdiri dari sayap tetap maupun sayap putar (helikopter). Biasanya terdiri dari kombinasi 20 jet tempur Rafale-M, tiga pesawat radar E-2C Hawkeye dan belasan unit helikopter angkut dan heli anti kapal selam.

Untuk memperpanjang jangkauan terbang jet tempur Rafale-M, beberapa jet difungsikan berganda sebagai pesawat tanker. Beberapa di antaranya dilengkapi sistem pengisian bahan bakar ke sesama Rafale-M atau yang dikenal dengan buddy-buddy refueling system.

Jet tempur Rafale-M yang dibawa Charles de Gaulle selain mampu melaksanakan berbagai misi, juga mampu melakukan misi penyerangan nuklir. Perihal keberadaan senjata nuklir dalam bunker senjata Charles de Gaulle, memang tidak pernah diakui terbuka oleh Perancis.

Charles de Gaulle adalah satu-satunya kapal induk di luar armada supercarrier kelas Nimitz milik AL AS, yang meluncurkan jet-jet tempurnya dengan sistem ketapel. Sistem yang dikenal dengan CATOBAR (catapult-assisted take off but arrested recovery) ini memungkinkan pesawat berbobot berat seperti E-2 Hawkeye mampu beroperasi dari landasan kapal induk yang sangat pendek itu.

Sistem CATOBAR dinilai fleksibel karena yang bisa diangkut tak melulu jet tempur STOVL, tapi juga jet tempur lepas landas konvensional seperti Rafale-M atau F/A-18E/F Super Hornet. Perancis dan Amerika sudah beberapa kali saling bertukar jet tempur dalam latihan gabungan antar kedua negara. Seperti dalam Chesapeake Exercise tahun 2018 lalu, sebanyak delapan Rafale-M beroperasi dari kapal induk USS George HW Bush kala berlayar di Samudera Atlantik.

Namun sama seperti halnya HMAS Canberra, kapal induk Charles de Gaulle pun hanya dibekali senjata untuk bela diri jarak dekat. Sehingga dalam operasinya kapal induk kebanggaan Perancis ini harus selalu dikawal kapal-kapal fregat.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA