Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pelajaran Budi Pekerti Harus Dihidupkan Kembali

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 12 April 2019, 14:54 WIB
Pelajaran Budi Pekerti Harus Dihidupkan Kembali
Laksdya TNI (Purn) Widodo/Humas BNPT
rmol news logo Ideologi Pancasila merupakan falsafah bangsa Indonesia yang sudah tidak boleh ditawar-tawar lagi.

Pancasila merupakan konsensus nasional yang diramu dan sudah disepakati oleh masyarakat Indonesia yang beragam untuk menjaga kerukunan, membangun kedamaian sebagai untuk menghindari kerusakan maupun  pertumpahan darah.
Namun di era globalisai saat ini pemahamam masyarakat, terutama para generasi milenial terhadap Pancasila mulai tergerus dengan mulai masuknya ideologi lain.

Padahal Pancasila merupakan warisan dari pendahulu bagi generasi muda untuk tetap konsisten dalam menjaga perdamaian di Indonesia.
 
“Pancasila sudah final bagi negara dan bangsa ini. Kita tidak boleh selalu berorientasi pada budaya luar, di mana budaya luar ini belum tentu semuanya cocok di Indonesia. Karena culture kita adalah kebhinekaan di mana bangsa kita terdiri dari bermacam macam suku, ras, agama yang  bisa mempersatukan semuanya," ujar dosen Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia, Laksdya TNI (Purn) Widodo di Jakarta.

Namun demikian, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Sekjen Kemhan) RI ini mengakui dengan situasi negara yang sangat terbuka serta pesatnya teknologi sekarang ini, sudah mulai banyak paham-paham lain yang sudah mulai masuk secara tak terkontrol baik melalui media sosial, lingkungan atau melalui manapun. Sehingga beberapa siswa merasa Pancasila ini seperti semacam indoktrinasi.

"Itu bisa terjadi karena ada masukan masukan yang salah, mungkin di sekolahnya juga tidak terlalu dalam untuk memberikan pemahaman yang utuh mengenai Pancasila itu kepada siswanya. Apalagi di sekolah hanya mata pelajaran tertentu atau paket paket akademis yang diberikan beberapa SKS saja sudah selesai. Ini yang membuat Pancasila tergerus di mata generasi milenial ini," ujar Widodo.

Pria kelahiran Malang 30 Juni 1959 ini mengatakan, keengganan para generasi milenial untuk melihat sejarah Pancasila sebagai ideologi bangsa dikarenakan mereka sudah dapat sajian-sajian secara instan yang tentunya lebih mudah dan lebih menarik sesuai dengan pola pikirnya. Apalagi era sekarang segala sesuatu sudah dibikin lebih mudah.

"Smartphone itu bisa membuat kita menjadi maju tapi juga bisa merusak. Tetapi kenyataanya sekarang ini lebih banyak merusaknya. Bahkan kita terkadang sudah jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar," tuturnya.

"Contohnya kita acara reuni di sebuah ruangan, bukannya berkomunikasi dan berinteraksi, tetapi malah sibuk dengan smartphonenya masing-masing. Itu terjadi di kalangan anak sekolah," ulas pria yang juga Ketua Ikatan Alumni Lemhanas PPSA XVII ini.

Melihat kondisi itu, ia menilai harus ada wadah untuk me-refresh kembali tentang Pancasila yang dilakukan pemerintah di sekolah-sekolah.
 
“Ini harus dikawal, sehingga seluruh kewajiban di sekolah, baik sekolah negeri, swasta maupun sekolah-sekolah asing, yang namanya selama menggunakan negara Indonesia tentunya wajib hukumnya dan tidak ada pilihan lain untuk mengucapkan Pancasila, mengibarkan bendera tiap hari Senin dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Itu yang tidak dimiliki oleh sekolah sekolah swasta dan sekolah asing di Indonesia ini,” tegas mantan Alumni AAL tahun 1983.

Widodo meminta kepada dunia pendidikan, terutama para guru agar sungguh-sungguh mendidik para generasi milenial sehingga mempunyai integritas maupun kemauan untuk mengontrol lingkungan sekitar nantinya.

"Pelajaran budi pekerti harus dihidupkan kembali. Karena budi pekerti  itu adalah perjalanan Pancasila secara mendasar dan sekarang itu sudah hilang," ucap mantan Panglima Armada RI Kawasan Barat ini.

Widodo menjelaskan, untuk menanamkan tanggung jawab moral tentu harus dilatih. Misalnya generasi muda membentuk komuniatas-komunitas yang toleran dan itu harus diwadahi pemerintah.
 
"Kalau zaman Sumpah Pemuda tahun 1928 itu ada Jong Java, Sumatra, Celebes dan lainnya untuk memerdekakan itu ternyata mereka bisa bersatu. Itu sama halnya sebagai kekuatan yang luar biasa kalau nanti pemerintah bisa mewadahi itu. Anak muda ini butuh saluran, tapi kalau tidak disalurkan dia bisa akan cari sendiri-sendiri dan itu akan berbahaya buat bangsa ini kalau mereka tersusupi yang tidak benar,” ujarnya mengakhiri.rmol news logo article 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA