Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tugas Kombatan, Tidak Dikenal Istilah Operasi Gabungan TNI-Polri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 11 Januari 2019, 11:23 WIB
Tugas Kombatan, Tidak Dikenal Istilah Operasi Gabungan TNI-Polri
Letnan Jenderal (Purn) Bambang Darmono/Net
rmol news logo . Operasi gabungan TNI-Polri di Nduga, Papua sebagai respons pemerintah pusat atas pembunuhan terhadap puluhan pekerja dan satu prajurit TNI yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua sebagai operasi yang tidak jelas.

Demikian disampaikan pengurus Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD), Letnan Jenderal (Purn) Bambang Darmono di Jakarta seperti keterangan yang diterima redaksi, Jumat (11/1).

Mantan Panglima Komando Operasi (Pangkoops) TNI di Aceh ini mengaku tidak pernah mendengar operasi gabungan TNI-Polri dalam melakukan operasi militer menumpas gerakan separatis.

"Aku sekolah sampai khatam di mana-mana, belum pernah tahu ada namanya operasi TNI-Polri. Operasi TNI ya TNI, operasi Polri ya polri," kata Bambang Darmono yang juga mantan Kepala Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B).

Menurutnya, sangat memungkinkan operasi TNI itu di bawah komando kepolisian. TNI menjalankan perintah operasi dari polisi. Kalau ada kesalahan, katanya, maka yang tanggung jawab adalah polisi. Hal ini seperti di Aceh kala Bambang menjabat Pangkoops. Koops TNI saat itu di bawah kendali operasi Koops Pemulihan dan Keamanan yang dipimpin Kapolda Aceh.

"Perintah kita dari Kapolda Aceh, jelas tidak ada masalah. Saya melaksanakan operasi militer tetapi atas perintah kepolisian, jelas. Tapi, tidak ada cerita dalam organ saya, ketika melakukan operasi ada unsur polisi. Mereka punya tugas lain di luar tugas kombatan. Kenapa? Karena polisi adalah sipil, masa harus lawan kombatan. Jadi, kalau dipaksakan polisi terlibat dalam kombatan, pejabatnya yang aneh," papar Bambang Darmono.

Ditegaskan mantan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional ini, dalam buku Demokratic Policing karya Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun menyebutkan berkali-kali polisi itu sipil.

"Lalu kenapa sipil ini berperang dengan kombatan, separatis? Tidak benar itu. Itu ketidaktegasan yang tidak jelas dalam operasi, operasi militer yang hitam putih. Ini operasi abal-abal," tutur Bambang Darmono.

Karena itu, terangnya, selama kurang lebih dua bulan pengejaran terhadap KKB yang yang juga disebut Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pimpinan Egianus Kogoya, sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM), publik menilai kurang berhasil.

"Dari dulu tidak ada operasi TNI-Polri, doktrin di TNI tidak mengenal itu. Kalau itu dilakukan berarti dipaksakan, atau membuat teori baru. Entah Kapolri atau Panglima TNI yang buat teori baru," kata Bambang Darmono.

Padahal, bila ingin berhasil menumpas kelompok separatis maka tata cara mengejar harus dilakukan dengan baik dan jelas siapa penanggungjawabnya. Terlebih, sejauh yang diketahuinya, kalangan internasional pasti mendukung bila pemerintah Indonesia menggelar operasi militer.

"Kenapa? Pembunuhan terhadap 31 pekerja, salah satunya TNI, itu sudah termasuk gerakan separatis, itu pemberontakan. Sudah seharusnya dilakukan operasi penumpasan yang dilakukan militer, bukan sipil," tutup mantan Asops Panglima TNI itu. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA