Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hamdi Muluk: Politik Identitas Harus Dilawan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 25 Desember 2018, 07:55 WIB
Hamdi Muluk: Politik Identitas Harus Dilawan
Hamdi Muluk/Net
rmol news logo Bela Negara merupakan wadah peran dan kontribusi segenap komponen masyarakat yang harus diaktualisasikan baik dari dunia usaha, dunia pendidikan, media, hingga tokoh pemuda, tokoh agama, dan seluruh elemen bangsa pada bidang profesi masing-masing.

Hal ini sebagai upaya agar masyarakat mencintai bangsa ini sekaligus untuk membentengi masyarakat agar terhindar dari berbagai macam bentuk upaya adu domba dan paham radikal terorisme.

"Di zaman sekarang ini bela negara itu tidak hanya dilakukan dengan kekuatan fisik dan angkat senjata saja, namun harus dilakukan melalui beragam upaya dan profesi," kata Gurubesar psikologi politik Universitas Indonesia, Prof. Hamdi Muluk di Jakarta.

Hamdi menjelaskan dalam kacamata psikologi, untuk menumbuhkan semangat patriotisme, ikhlas dan pantang menyerah dalam melakukan upaya bela negara maka seluruh komponen bangsa sudah semestinya belajar dan menghayati betul-betul sejarah pembentukan bangsa Indonesia ini.

"Karena sesungguhnya secara fisik yang namanya tanah Indonesia itu awalnya tidak ada. Indonesia ini dulu adalah komunitas yang dibayangkan (imagined community), yang secara sengaja dibentuk lewat proses sosial politik yang tidak mudah," ujanrya.

Hal ini terlihat mulai dari sejarah berdirinya organisasi Budi Utomo, Kongres Pemuda (yang melahirkan Sumpah Pemuda) yang selanjutnya berproses terus menjadi ‘Indonesia’. Tujuannya untuk mengatasi fakta-fakta sosial konkrit yang sudah ada beratus-ratus tahun lamanya seperti masalah suku, agama, kelompok dan daerah-daerah.

"Titik kulminasinya yakni Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945. Kemudian ada empat konsensus dasar ini yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang memang sudah harga mati dan tidak boleh lagi dipertanyakan," kata pria kelahiran Padang Panjang 31 Maret 1966 ini.

"Empat konsensus dasar ini jangan diubah lagi, tapi bagaimana mengartikan dan mengejawantahkannya (mewujudkan, melaksanakan, memanifestasikan) sesuai zaman boleh saja, dan bahkan harus," sambungnya.

Berangkat dari kesadaran seperti inilah bahwa membela negara itu suatu hal yang tidak akan pernah berhenti. Sebab ancaman terhadap empat konsesus dasar tadi selalu ada, baik dari dalam dan dari luar.

"Sekarang kita sudah menerima bentuk ‘fisik’ negara Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, tapi tetap plural (Bhinneka Tunggal Ika), harus diterima kenyataan itu," ujar Hamdi.

Hamdi menjabarkan, ancaman sekarang datang dalam bentuk ekonomi, politik, kebudayaan, teknologi, energi, pangan dan sebagainya. Untuk itu generasi milenial harus sadar bahwa mereka punya kreativitas, daya juang, kemampuan adaptasi yang lebih dari generasi sebelumnya.

Potensi  yang dimiliki seperti ini harus dimanfaatkan, pesan dia, jangan dipakai untuk energi negatif, saling mencaci, saling menghujat ataupun terpengaruh paham radikal terorisme dan sebagainya.

"Kalau ada yang ahli di bidang saint silakan tunjukkan. Ada yang ahli di bidang bisnis dan kesenian, tunjukkan. Kalau ada yang ahli di bidang olahraga, tunjukkan kalua bisa meraih prestasi di berbagai ajang," ucapnya.

Namun demikian, dirinya tidak memungkiri bahwa sebagai bangsa, Indonesia punya kelemahan yang agak krusial. Pertama, trust (rasa saling percaya) sesama anak bangsa, selalu mudah curiga, apalagi kalau dibawa ke faktor SARA. Kedua yaitu kepedulian (care) dan ketiga, kurang punya etika publik (hak dan kewajiban sebagai warga negara).

"Politik identitas, SARA ini harus dilawan, biasanya dia yang suka kompor-komporin untuk saling tidak percaya antara sesama anak bangsa.Tiga kelemahan ini yang harus diatasi, supaya semangat bela bangsa bisa diletakkan dalam tiga aspek ini," tuturnya.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA