Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Peneliti LIPI: Sekarang Yang Hilang Nasionalisme Kebangsaan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 05 Oktober 2018, 10:54 WIB
Peneliti LIPI: Sekarang Yang Hilang Nasionalisme Kebangsaan
Adnan Anwar/Net
rmol news logo Pancasila selama ini sudah merupakan ideologi utama baik di level negara maupun di level masyarakat.  Di samping common ideologi, Pancasila juga merupakan kristalisasi nilai yang ada di masyarakat.

Untuk itu masyarakat harus bisa mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara untuk keutuhan negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI).

"Tentunya hal tersebut harus dipertahankan. Masyarakat kita harus memperkuat ini karena Pancasila ini adalah peninggalan yang sangat luar biasa dari history sejarahnya karena merupakan suatu gagasan narasi besar yang harus kita akui,” ujar peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Adnan Anwar di Jakarta.

Tokoh muda organisasi Nahdatul Ulama (NU) ini menjelaskan, Pancasila sebenarnya punya suatu gambaran cita-cita masyarakat yang ideal yaitu berperadaban tinggi.

Dengan memiliki peradaban yang tinggi, maka sejatinya masyarakat Indonesia tidak perlu lagi menoleh peradaban yang lain. Karena bangsa Indonesia ini merupakan adiluhung (memiliki seni budaya yang bermutu tinggi) dengan memiliki keberadaan, berketuhanan, memiliki moralitas dan akhlakul karimah.

"Jadi dengan begitu tidak perlu ada imajinasi liar yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi di luar Pancasila. Karena ini kristalisasi ideologi yang sudah sangat luar biasa yang digagas oleh para funding fathers kita," katanya.

Bahkan menurutnya saat ini justru banyak negara-negara lain mengamati perkembangan Pancasila, mengaguminya dan bahkan ada yang ingin meniru.

"Sangat aneh kan kalau justru masyarakat kita yang ingin meninggalkan Pancasila," ujar mantan Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU).

Namun demikian, ia mengakui bahwa sejak reformasi bergulir, pelajaran yang mengandung Pancasila di lembaga-lembaga pendidikan seperti agak berkurang. Masyarakat Indonesia mulai banyak menengok pada ideologi di luar idelologi Pancasila.

"Mereka ini terpengaruh ideologi-ideologi barat yang ada di Eropa atau di Amerika atau dari beberapa negara Islam yang  menerapkan konsep syariat Islam. Mereka melihat seperti itu," ujarnya menjelaskan.

Dan sejak reformasi itulah, ia menilai bangsa Indonesia seperti kurang percaya diri dengan ideologinya sendiri Pancasila. Hal ini tak dapat dipungkiri karena Pancasila ditampilkan menjadi ideologi tertutup yang represif.

Oleh karena dirinya berharap sudah saatnya pada era reformasi ini ada semacam penyegaran bagaimana Pancasila ditampilkan sebagai ideologi terbuka yang dinamis, dialogis, yang meletakkan masyarakat warga negara ini sebagai subjek.

"Di samping kepada state nationalism, Pancasila juga harus diletakkan kepada people nationalism. Yang hilang kan ini sekarang selama ini people nationalism. itu kan hilang itu," ujarnya mengamati.

Untuk membangkitkan lagi semangat nilai-nilai Pancasila ia  berharap tidak hanya didengungkan di level negara atau pemerintah. Meski saat ini ada lembaga bernama Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Masyarakat melalui organisasi besar seperti NU, Muhammadiyah dan ormas lainnya juga harus diberikan ruang sebagai kekuatan besar untuk membangkitkan nilai-nilai Pancasila.

"Level pemerintah punya batas-batas untuk menggerakkan ini karena terbentur soal anggaran, terbentur soal kewenangan dan macam-macam. Dengan melibatkan seluas-luasnya partisipasi masyarakat, kelompok adat, raja-raja nusantara, kelompok-kelompok pemuda milenial, kelompok pengusaha dan sebagainya maka ekstensifikasi dan intensifikasi ideologi pancasila ini betul-betul melebar di seluruh kompones strategis bangsa di seluruh penjuru nusantara," ujarnya mengakhiri.[wid]

 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA