Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lima Prinsip Dilanggar, Anggota Paspampres Terlibat Kriminal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 09 Juli 2016, 21:30 WIB
Lima Prinsip Dilanggar, Anggota Paspampres Terlibat Kriminal
ilustrasi/net
rmol news logo Kasus pembelian senjata yang dilakukan anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) tergolong tindakan kriminal. Apalagi senjata tersebut diselundupkan ke Indonesia dengan memanfaatkan lawatan Presiden Joko Widodo di luar negeri.

Demikian menurut Kepala Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Bandung, Muradi.

Ia menyebutkan ada lima prinsip terkait dengan pengadaan alat utama sistem pertahanan (Alutsista). Pertama, pengadaan atau pembelian Alutsista mengacu pada kebutuhan personil di masing-masing matra TNI maupun pada kesatuan lainnya.

Kedua pengadaan Alutsista harus melibatkan pemerintah. Baik sistem pembelian pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan pelaku bisnis atau dengan prinsip business to business dengan supervisi pemerintah.

"Ketiga, anggaran pengadaan atau pembelian berasal dari keuangan negara (APBN) atau skema kredit yang pembayarannya dibebankan ke negara. Seperti skema kredit eksport misalnya," terang Muradi dalam pesan elektronik kepada wartawan, Sabtu (9/7).

Selanjutnya, kata Muradi, dalam keadaan mendesak, pengadaan senjata meski bukan jalur resmi harus tetap sepengetahuan Menteri Pertahanan atau Panglima TNI dan atau pimpinan prajurit.

Terakhir, Muradi menjelaskan pengadaan senjata atau alutsista bukan sekehendak prajurit, tapi melalui perencanaan yang matang dengan memperhatikan kegunaan dan pemeliharaan.

"Dari lima prinsip ini menjadi jelas bahwa langkah dari oknum paspampres tersebut menyalahi aturan dan juga mengarah kepada tindakan kriminal. Apalagi jika secara institusi, baik pimpinan Paspampres maupun Panglima TNI tidak memiliki perencanaan dan mengakui adanya pengadaan tersebut," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan seorang serdadu Amerika Serikat mengaku terlibat dalam penjualan sejumlah senjata api ilegal untuk anggota Paspampres Indonesia.

Rilis yang diterbitkan Departemen Kehakiman AS menyebut bahwa di Pengadilan Federal New Hampshire, serdadu bernama Audi N Sumilat itu mengaku telah membuat pernyataan palsu ketika membeli senjata api di sebuah toko senjata resmi pada September dan Oktober 2015.

Saat itu, Sumilat menyatakan sejumlah senjata yang dia beli itu adalah untuk keperluan dirinya sendiri. Nyatanya, senjata-senjata tersebut dia beli untuk dijual kepada tiga anggota Paspampres yang karena berstatus warga asing tidak dapat membeli senjata api secara legal di AS.

Sumilat mengaku, dia dan tiga anggota Paspampres itu membuat rencana tersebut pada Oktober 2014, saat keempatnya berlatih bersama di Fort Benning, Georgia. Setahun setelah pertemuan di Fort Benning, Sumilat kemudian membeli sejumlah senjata api di Texas. Dia kemudian mengirimkan berbagai jenis senjata tersebut ke kawannya, Feky R Sumual, di New Hampshire.

Selanjutnya, Sumual mengantarkan senjata-senjata itu ke beberapa anggota Paspampres yang sedang berdinas di Washington DC dan markas besar PBB, New York. Perjalanan dinas beberapa anggota Paspampres itu bersamaan dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS pada Oktober 2015 lalu. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA